FAKTOR DAN DAMPAK PERKEMBANGAN MORAL DAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK
v Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta
Didik
Berbagai
aspek perkembangan pada peserta didik dipengaruhi oleh interaksi atau gabungan
dari pengruh internal dan faktor eksternal. Begitu pula dengan perkembangan
moral dan spiritual dari peserta didik. Meskipun kedua aspek perkembangan
tersebut dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal yang hampir sama tetapi
kadar atau bentuk pengaruhnya berbeda.
Pada perkembangan
moral peserta didik faktor internal meliputi faktor genetis atau pengaruh
sifat-sifat bawaan yang ada pada diri peserta didik. Selanjutnya sifat-sifat
yang mendasari adanya perkembangan moral dikembangkan atau dibentuk oleh
lingkungan. Peserta didik akan mulai melihat dan memasukkan nilai-nilai yang
ada di lingkubgan sekitarnya baik lingkungan keluarga maupun lingkungan
masyarakat yang dapat meliputi para tetua yang mungkin menjadi teladan di
masyarakat, para tetangga, teman maupun guru yang ada di lingkungan sekolah.
Semua aspek di atas memiliki peran yang penting dalam perkembangan moral
peserta didik yang kadarnya tau besarnya pengaruh bergantung pada usia atau
kebiasaan dari peserta didik itu sendiri (Baharuddin, 2011).
Meskipun
faktor eksternal memiliki pengaruh yang cukup besar pada perkembangan moral
peserta didik, peserta didik tetap mampu menentukan hal-hal atau nilai-nilai
yang akan dianut atau digunakan sebagai pembentuk jati diri. Hal tersebut
tentunya dipengaruhi oleh pengetahuan peserta didik akan nilai-nilai moral yang
tenyunya pertama kali akan dilihat dari sosok atau jati diri orang tua.
Meskipun terkadang orang tua tidak secara formal memberikan nilai-nilai moral
tersebut, peserta didik tetap mampu menginternalisasi atau memasukkan nilai-nilai
tersebut ke dalam jati dirinya yang diwujudkan dengan sikap dan tingkah laku
peserta didik. Oleh karena itu, para sosiolog beranggapan bahwa masyarakat
sendiri mempunyai peran penting dalam pembentukan moral. Dimana dalam usaha
membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-nilai hidup tertentu tersebut,
banyak faktor yang mempengaruhinya diantaranya yaitu:
1.
Tingkat
harmonisasi hubungan antara orang tua dan anak.
2.
Banyak model
(orang-orang dewasa yang simpatik, teman-teman, orang-orang yang terkenal dan
hal-hal lain) yang diidentifikasi oleh anak sebagai gambaran-gambaran ideal.
3.
Lingkungan
meliputi segala segala unsur lingkungan sosial yang berpengaruh, yang tampaknya
sangat penting adalah unsur lingkungan berbentuk manusia yang langsung dikenal
atau dihadapi oleh seseorang sebagai perwujudan dari nilai-nilai tertentu.
4.
Tingkat
penalaran, dimana perkembangan moral yang sifatnya penalaran menurut Kohlberg,
dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana dikemukakan oleh piaget. Makin
tinggi tingkat penalaran seseorang menrut tahap-tahap perkembangan piaget,
makin tinggi pula tingkat moral seseorang.
5.
Interaksi
sosial dalam memberik kesepakatan pada anak untuk mempelajari dan menerapkan
standart perilaku yang disetujui masyarakat, keluarga, sekolah, dan dalam
pergaulan dengan orang lain (Yusuf, 2011)
Perkembangan
spiritual juga dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal pula. Faktor
internal pada perkembangan spiritual juga berupa faktor keturunan yaitu berupa pembawaan dimana faktor ini merupakan karakteristik dari orang itu sendiri,
dasar pemikiran dari individu berdasarkan kepercayaan dan budaya yang
dimilikinya. Faktor eksternal dapat berupa keluarga yang sangat menentukan pula
dalam perkembangan spiritual anak karena orang tua memiliki peran yang sangat
penting sebagai pendidik atau penentu keyakinan yang mendasari anak. Kemudian
pendidikan keagamaan yang diterapkan di sekolah juga dapat menjadi faktor
penentu perkembangan spiritual anak, karena dengan adanya pendidikan anak akan
mulai berpikir secara logika dan menentukan apa yang baik dan tidak bagi
dirinya dan kelak akan menjadi karakter dari peserta didik. Selain itu, adanya
budaya yang berkembang di masyarakat akan mempengaruhi perkembangan spiritual
peserta didik pula. Baik perkembangan yang menuju arah yang baik (positif) atau
menuju ke arah yang buruk (negatif), itu semua tergantung pada bagaimana
cara anak berinteraksi dengan masyarakat tersebut (Baharuddin, 2009).
v Dampak Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik pada Pendidikan
Manusia pada
umumnya berkembang sesuai dengan tahapan-tahapannya. Ketika individu memasuki
usia sekolah, yakni antara tujuh sampai dengan dua belas tahun, individu
tersebut disebut sebagai peserta didik yang akan berhubungan dengan proses
pembelajaran dalam suatu sistem pendidikan.
Cara
pembelajaran yang diharapkan harus sesuai dengan tahapan perkembangan anak,
yakni memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) programnya disusun secara
fleksibel dan tidak kaku serta memperhatikan perbedaan individual anak; (2)
tidak dilakukan secara monoton, tetapi disajikan secara variatif melalui banyak
aktivitas; dan (3) melibatkan penggunaan berbagai media dan sumber belajar
sehingga memungkinkan anak terlibat secara penuh dengan menggunakan berbagai
proses perkembangannya (Syamsuddin, 2007).
Aspek-aspek
perkembangan peserta didik yang berimplikasi terhadap proses pendidikan melalui
karakteristik perkembangan moral dan religi akan diuraikan seperti di bawah
ini.
1. Implikasi
Perkembangan Moral
Purwanto
(2006) berpendapat bahwa moral bukan hanya memiliki arti bertingkah laku sopan
santun, bertindak dengan lemah lembut, dan berbakti kepada orang tua saja,
melainkan lebih luas lagi dari itu. Selalu berkata jujur, bertindak konsekuen,
bertanggung jawab, cinta bangsa dan sesama manusia, mengabdi kepada rakyat dan
negara, berkemauan keras, berperasaan halus, dan sebagainya, termasuk pula ke
dalam moral yang perlu dikembangkan dan ditanamkan dalam hati sanubari
anak-anak. Adapun perkembangan moral menurut Santrock yaitu perkembangan yang
berkaitan dengan aturan mengenai hal yang seharusnya dilakukan oleh manusia
dalam interaksinya dengan orang lain (Desmita, 2008).
Perkembangan
moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara, salah satunya melalui
pendidikan langsung. Pendidikan langsung yaitu melalui penanaman pengertian
tentang tingkah laku yang benar-salah atau baik-buruk oleh orang tua dan
gurunya. Selanjutnya pada usia sekolah dasar anak sudah dapat mengikuti
tuntutan dari orang tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak
dapat memahami alasan yang mendasari suatu bentuk perilaku dengan konsep
baik-buruk. Misalnya, dia memandang bahwa perbuatan nakal, berdusta, dan tidak
hormat kepada orang tua merupakan suatu hal yang buruk. Sedangkan perbuatan
jujur, adil, dan sikap hormat kepada orang tua merupakan suatu hal yang baik.
(Yusuf, 2011).
Selain itu
berdasarkan teori Piaget (Hurlock, 1980) memaparkan bahwa pada usia lima sampai
dengan dua belas tahun konsep anak mengenai moral sudah berubah. Pengertian
yang kaku dan keras tentang benar dan salah yang dipelajari dari orang tua,
menjadi berubah dan anak mulai memperhitungkan keadaan-keadaan khusus di
sekitar pelanggaran moral. Misalnya bagi anak usia lima tahun, berbohong selalu
buruk. Sedangkan anak yang lebih besar sadar bahwa dalam beberapa situasi,
berbohong dibenarkan. Oleh karena itu, berbohong tidak selalu buruk.
Selain
lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan juga menjadi sarana yang kondusif
bagi pertumbuhan dan perkembangan moral peserta didik. Untuk itu, sekolah
diharapkan dapat berfungsi sebagai kawasan yang sejuk untuk melakukan
sosialisasi bagi anak-anak dalam pengembangan moral dan segala aspek
kepribadiannya. Pelaksanaan pendidikan moral di kelas hendaknya dihubungkan
dengan kehidupan yang ada di luar kelas. Dengan demikian, pembinaan
perkembangan moral peserta didik sangat penting karena percuma saja jika
mendidik anak-anak hanya untuk menjadi orang yang berilmu pengetahuan, tetapi
jiwa dan wataknya tidak dibangun dan dibina (Hartono, 2002).
2. Implikasi
Perkembangan Spiritual
Anak-anak
sebenarnya telah memiliki dasar-dasar kemampuan spiritual yang dibawanya sejak
lahir. Untuk mengembangkan kemampuan ini, pendidikan mempunyai peranan yang
sangat penting. Oleh karena itu, untuk melahirkan manusia yang ber-SQ tinggi
dibutuhkan pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada perkembangan aspek IQ
saja, melainkan EQ dan SQ juga.
Zohar dan
Marshall (Desmita, 2008) pertama kali meneliti secara ilmiah tentang kecerdasan
spiritual, yaitu kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan
nilai, yang menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang
lebih luas dan kaya.
Purwanto
(2006) mengemukakan bahwa pendidikan yang dilakukan terhadap manusia berbeda
dengan “pendidikan” yang dilakukan terhadap binatang. Menurutnya, pendidikan
pada manusia tidak terletak pada perkembangan biologis saja, yaitu yang
berhubungan dengan perkembangan jasmani. Akan tetapi, pendidikan pada manusia
harus diperhitungkan pula perkembangan rohaninya. Itulah kelebihan manusia yang
diberikan oleh Allah SWT sebagai tuhan semesta alam, yaitu dianugerahi fitrah
(perasaan dan kemampuan) untuk mengenal penciptanya, yang membedakan antara
manusia dengan binatang. Fitrah ini berkaitan dengan aspek spiritual.
Perkembangan
spiritual membawa banyak implikasi terhadap pendidikan dan diharapkan muncul
manusia yang benar-benar utuh dari lembaga-lembaga pendidikan. Untuk itu,
pendidikan agama nampaknya harus tetap dipertahankan sebagai bagian penting
dari program-program pendidikan yang diberikan di sekolah dasar. Tanpa melalui
pendidikan agama, mustahil SQ dapat berkembang baik dalam diri peserta didik
(AKBIN, 2010).
Sumber:
Baharuddin. 2009. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Baharuddin. 2009. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media
Desmita. 2010. Psikologi Perkembangan Peserta Didik.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Hartono, Agung. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Rineka Cipta
Syamsuddin, Abin. 2007. Psikologi Kependidikan. Bandung: Rosda
Karya
Yusuf, Syamsu. 2011. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Rajawali Pers
Hurlock, Elisabeth B. 1991. Psikologi
Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Diterjemahan
oleh Istiwidayanti, dkk. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Triyono, dkk. 2012. Perkembangan Peserta Didik. Malang: FIP UM
Comments
Post a Comment