Pacaran dan Perilaku Seksual Remaja
PACARAN DAN PERILAKU
SEKSUAL REMAJA
Dwi Feronika
Universitas Negeri
Malang
E-mail: Dwiferonikaw20@gmail.com
Pendahuluan
Perilaku
Remaja jaman sekarang berbeda jauh dengan dengan remaja tempo dulu yang suka
malu-malu dan takut dengan norma-norma dan aturan agama. Pergaulan bebas di
jaman sekarang sudah bukan hal yang dianggap tabu lagi bagi kalangan remaja.
Sungguh merupakan hal yang tidak bisa dipersalahkan lagi, karena remaja-remaja
sekarang tidak mau dianggap ketinggalan jaman dan lebih menyukai trend mode dan
mengikuti alur jaman yang semakin maju dan semakin bebas.Sungguh
mengkhawatirkan pergaulan remaja di Indonesia saat ini. Indikasi keterlibatan
mereka dalam perilaku seks bebas semakin terlihat. Minimal, mereka melakukan
tindakan yang mengarah pada proses awal sebelum terjadi penetrasi yang sangat
tidak diharapkan yaitu berciuman.
Melihat
berbagai fakta yang terjadi saat ini, tidak sedikit para pemuda dan pemudi yang
terjerumus ke dalam lembah perzinahan (Free sex). Hal ini disebabkan terlalu
jauhnya kebebasan mereka dalam bergaul, faktor utama masalahnya adalah
kurangnya pemahaman masyarakat saat ini terhadap batas-batas pergaulan antara
pria dan wanita. Disamping itu didukung oleh arus modernisasi yang telah
mengglobal dan lemahnya benteng keimanan kita yang mengakibatkan masuknya
budaya asing tanpa penyeleksian yang ketat. Kita telah mengetahui bahwa
sebagian besar bangsa barat adalah bangsa sekuler, seluruh kebudayaan yang
mereka hasilkan jauh dari norma-norma agama. Hal ini tentunya bertentangan
dengan budaya Indonesia yang menjujung tinggi nilai agama dan pancasila. Tidak
ada salahnya jika kita mengatakan pacaran adalah sebagian dari pergaulan bebas.
Saat ini pacaran sudah menjadi hal yang biasa bahkan sudah menjadi kode etik
dalam memilih calon pendamping. Fakta menyatakan bahwa sebagian besar
perzinahan disebabkan oleh pacaran.
Pembahasan
Satu sisi
kenyataan dalam gaya pacaran remaja menjadikan kasus seksualitas semakin
meningkat. Adanya libido seksualitas yang diberikan Allah SWT yang tidak mampu
di kelola remaja secara benar dan pada saat yang seharusya dilakukan, hal ini
sering menyebabkan kekeliruan yang fatal. Gaya pacaran kearah yang negatif
seperti Kissing, petting dan intercourse menjadi beberapa gaya pacaran remaja
awal, pertengahan dan remaja dewasa sekarang ini. Sebagian remaja tidak tahu
dari efek yang dilakukan karena minimnya informasi tentang pendidikan
seksualitas sesuai dengan kultur budaya dan religius. Tapi, ada juga remaja
yang tahu efek dari gaya pacaran yang negatif seperti gaya pacaran Foto close
up dan kurang peduli dengan akibat yang akan terjadi. Kalau boleh diistilahkan
dengan kata Pacaran tidak sehat. Hal
ini tentu banyak efek negatifnya. Misalnya saja saat pacaran, tentunya remaja
punya banyak keinginan yang belum boleh dilakukan dimasa remaja. Keinginan itu
bisa berbentuk berpegangan tangan, mencium dahi yang konon katanya sebagai
tanda kasih sayang. Tapi, kadang kala ciuman didahi bisa berlanjut kearah yang
lebih jauh. Bagaikan berenang di air yang deras lama-lama juga terseret arus.
(Amy G. Miron, 2002:2)
Pada
kenyataannya, anak-anak kemungkinan mengetahui seks jauh lebih banyak dari yang
kita kira. Mereka adalah anak-anak Era Informasi. Mereka terbiasa berselanjar
di Internet dan TV, mahir menggunakan VCR dan DVD. Informasi seputar seks ada
di mana-mana. Bahkan, jika remaja tidak sedang menggunakan komputer, mereka
tetap diboombardir oleh tayangan televisi yang serat nilai seksual dan
praktisi-praktisi seksual yang tidak aman selama lebih dari 89% waktunya. (Amy G. Miron, 2002:2)
Begitu
bicara mengenai masalah yang lebih luas seputar seksualitas manusia, yakni cinta,
hubungan intim, nilai-nilai seksual, pilihan seksual, respek terhadap tubuh
sendiri, respek terhadap orang lain, perilaku seksual yang bertanggung jawab,
dan ketegasan, banyak remaja yang hanya mendapatkan sedikit bimbingan atau
bahkan tidak mendapatkan sama sekali. Mereka kerap kekurangan informasi dasar
yang di butuhkan untuk membuat keputusan
positif dan sehat mengenai perilaku seksual, padahal mereka “harus”
membuat keputusan tersebut di usia muda. (Amy G.
Miron, 2002:2)
Kurang
perhatian orangtua, kurangnya penanaman nilai-nilai agama berdampak pada
pergaulan bebas dan berakibat remaja dengan gampang melakukan hubungan suami
istri diluar nikah sehingga terjadi kehamilan dan pada kondisi ketidaksiapan
berumah tangga dan untuk bertanggung jawab terjadilah aborsi. Seorang wanita
lebih cendrung berbuat nekat (pendek akal) jika menghadapi hal seperti ini.
Pada zaman modern sekarang ini, remaja sedang dihadapkan pada kondisi
sistem-sistem nilai, dan kemudian sistem nilai tersebut terkikis oleh sistem
nilai yang lain. (Banan M. Nurul, 2012:47)
Dalam
permasalahan ini, pada sub-bagian selanjutnya akan membahas bagaimana peran
orang tua dalam menjaga dan mendidik anak atau remaja agar tidak terlewat batas
dalam mendefinisikan arti “PACARAN”. Serta bagaimana cara si remaja itu sendiri
untuk memanajemen hati agar tidak berpacaran. Dan juga memaparkan dampak
negatif dan postif dari permasalahan ini untuk pembaca dan para remaja.
Remaja
perlu memahami aspek “mengapa” dan “bagaiaman” dari perilaku sosial dan seksual.
Mereka perlu mengembangkan standar dan kemampuan yang memungkinkan mereka untuk
melakukan hal yang mereka yakini benar saat dihadapkan pada tekanan yang
berkata sebaliknya. Remaja perlu pemahaman dasar mengenai hubungan, cinta, dan
kenikmatan seksual serta akibat emosional dan fisik yang mungkin timbul.
Dari
sejumlah permasalahan diatas, dampak pacaran yang paling mengkhawatirkan adalah
seks dan pergaulan bebas. Perkembangan zaman yang menyebabkan informasi tentang
seks mudah di akses remaja, kontrol yang lemah dari orang tua , sikap permisif,
masyarakat, dan promosi seks bebas oleh para artis meyebabkan remaja zaman
sekarnag rentan terpengaruh dan mencoba hal-hal yang “berbau” seks. Salah
satunya adalah gaya pacaran remaja zaman sekarang yang mengarah pada hura-hua
dan pemuasan kebutuhan seks. Parahnya, muda-mudi tersebut menyalurkan hasrat
seksual mereka pada orang yang harusnya mereka lindungi, yakni pacar.
(Wijayanto, 2003:48-50) menyatakan bahwa pengalaman seks pertama yang dialami
remaja umumnya berasal dari pacar atau teman dekatnya.
Menurut
Spanier, fenomena ini tidaklah aneh karena meskipun orang berpacaran memiliki
beragam maksud dan tujuan, namun pacaran lebih erat berkenaan dengan perilaku
seksual atau eksperimentasi dan kepuasan seksual (Arianto:2008,4 dari Tim Dosen
PAI,2015:94) hasil penelitian komisi perlindungan anak (KPA) terhadap 4.500
remaja di 12 kota besar mengungkapkan bahwa 97 pesen remaja pernah menonton dan
mengakses pornografi, 93 persen pernah berciuman bibir. Sedangkan 62,7 persen
pernah berhubungan badan dan 21 persen remaja telah melakukan aborsi. Pada
tahun 2008 Voice of human rights
melansir aborsi di Indonesia menembus angka 2,5 juta kasus. 700 ribu di
antaranya dilakukan oleh remaja dibawah usia 20 tahun. (Gumilang, 2010 dari Tim
Dosen PAI,2015:94).
Dampak
perilaku pacaran semacam ini amat merugikan individu dan masyarakat. Dalam
konteks individu, pacaran bernuansa seks ini menyebabkan hilangnya keperawanan
dan keperjakaan, penyakit kelamin, kanker leher rahim, hamil di luar nikah,
aborsi, pernikahan usia dini, tersebarnya video porno pelaku pacaran, dan lain
sebagainya. Sedangkan dalam konteks masarakat, pacaran jenis ini berdampak pada
munculnya kasus pembuangan atau pembunuhan bayi, nikah hamil, membuat malu
keluarga, anak lahir tanpa pernikahan, rusaknya tatanan masyarakat, menipisnya
budaya malu, dan sebagainya. (Tim Dosen PAI,2015:94)
Islam
sebagai agama yang diturunkan Allah untuk menyelamatkan manusia, sangat
menentang gaya pacaran bernuansa seks. Dalam Islam hubungan badan diluar
bingkai pernikahan disebut dengan zina, dan termasuk kategori perbuatan dosa
besar. Perbuatan ini oleh Allah disebut tindakan yang keji dan cara yang paling
buruk (Q.S 17:32).
Dalam
konteks Islam, pelaku zina di bagi menjadi dua: muhsan dan ghair muhsan.
Zina muhsan, yakni pelakunya sudah
menikah atau pernah menikah di ancam dengan hukuman rajam sampai mati. Adapun
untuk zina ghair muhsan, yakni zina
yang dilakukan orang yang belum pernah menikah, hukumannya adalah dicambuk
sebanyak 100 kalli dan diasingkan selama satu tahun. (Tim Dosen PAI,2015:94)
Mungkin
jika para remaja menutup seluruh ruang fantasi cinta pada kekasih hati, lalu
menggantinya dengan dzikurullah
secara sirri (dzikir dalam hati),
maka semua fantasi seks pada remaja akan terhenti dan tertutup. Dan secara
otomatis, ketika itu remaja akan memuliakan kekasih yang tidak lagi di
perlakukan sebagai objek hina namun objek yang mulia. (Tim Dosen PAI,2015:94)
Orang
tua juga perlu mengambil peran aktif dalam pendidikan seks anak atau remaja. Di
Amerika Serikat, pemerintah federal mendorong sekolah-sekolah negeri ke arah
pendidikan seks yang menekankan abstinensi atau pematangan. Dalam kebanyakan
program semacam ini, perilaku seks yang pantas disimpulkan dalam satu kata:
JANGAN! Ini berarti, kebanyakan remaja tidak akan mendapatkan informasi dari
sekolah mengenai alat kontrasepsi atau bagaimana melindungi mereka dari IMS
(infeksi menular seksual).
Peran orang
tua dalam menjaga dan mengarahkan pada sebuah definisi “pacaran” dengan cara mendorong
anak atau remaja untuk terbuka terhadap kencan-kencan potensial dan tidak
terburu-buru memantapkan diri untuk menjalani hubungan yang eksklusif. Pacaran
memberi remaja kesempatan untuk menemukan apa yang mereka sukai dan tidak sukai
pada pasangannya. Kencan adalah eksperimen, khususnya kencan pertama.
Menetapkan batasan pada anak tidak mudah. Sebagai orang tua jangan takut untuk
meyakini nilai-nilai dan naluri agar anak atau remaja dapat menyerap apa yang
orang tua sampaikan dengan memperjelas alasan penyampaian tersebut. (Sudarsono,
1995:45)
Orang yang
sedang “jatuh” cinta umunya ingin menyalurkan gelora rasa cinta tersebut kepada
orang yang dia cintai anatara lain dengan cara ngobrol berdua, bepegangan,
berdekatan, berpelukan. Pertanyaannya adalah mungkinkah para remaja muslim yang
sedang dilanda gelora cinta yang begitu besar tidak menyalurkan perasaan
tersebut dalam bentuk pacaran. Jawabannya adalah sangat mungkin. Salah satu
cara yang dapat dilakuan agar tidak berpacaran adalah dengan memanajemen hati
terhadap rasa cinta. Berikut ini beberapa cara yang bisa dilakukan: (a)
Menyadari beragam dampak negatif pacaran yang terjadi di sekitar kita (b)
Menyadari beragam dampak negatif pacaran yang terjadi di sekitar kita (c)
Meyakini bahwa jodoh kita sudah ditentukan oleh Allah Yang Maha Tahu (d)
Meyakini bahwa dengan menjalankan perintah Allah untuk tidak pacaran (e)
Diniati untuk puasa pacaran (f) Fokuskan segenap pikiran dan energi pada studi
atau pekerjaan (g) Fokuskan usaha dan tenaga untuk meraih cita-cita (h) Kuatkan
tekad untuk membahagiakan orang tua terlebih dahulu (i) Agar tidak kesepian,
bertemanlah dengan orang baik. (Tim Dosen PAI,2015:94)
Arifin
(2002) mengatakan adanya dampak positif maupun negatif dari pacaran bagi
remaja, seperti: (a) Prestasi Sekolah, Bisa meningkat atau menurun. Di dalam
hubungan pacaran pasti ada suatu permasalahan yang dapat membuat pasangan
tersebut bertengkar. Dampak dari pertengkaran itu dapat mempengaruhi prestasi
mereka di sekolah. Tetapi tidak menutup kemungkinan dapat mendorong mereka
untuk lebih meningkatkan prestasi belajar mereka. (b) Pergaulan Sosial, Pergaulan
bisa tambah meluas atau menyempit. Pergaulan tambah meluas, jika pola interaksi
dalam peran hanya berkegiatan berdua, tetapi banyak melibatkan interaksi dengan
orang lainnya (saudara, teman, keluarga, dan lain-lain). Pergaulan tambah
menyempit, jika sang pacar membatasi pergaulan dengan yang lain (tidak boleh
bergaul dengan yang lain selain dengan aku). (c) Mengisi Waktu Luang, Bisa
tambah bervariatis atau justra malah terbatas. Umumnya, aktivitas pacaran tidak
produktif (ngobrol, nonton, makan, dan sebagainya), namun dapat menjadi
produktif, jika kegiatan pacaran diisi dengan hal-hal seperti olah raga
bersama, berkebun, memelihara binatang, dan sebagainya. (d) Keterkaitan Pacaran
dengan Seks, Pacaran mendorong remaja untuk merasa aman dan nyaman. Salah
satunya adalah dengan kedekatan atau keintiman fisik. Mungkin awalnya memang
sebagai tanda atau ungkapan kasih sayang, tapi pada umunya akan sulit
membedakan rasa sayang dan nafsu. Karena itu perlu upaya kuat untuk saling
membatasi diri agar tidak melakukan kemesraan yang berlebihan. (e) Penuh
Masalah Sehingga Berakibat Stres, Hubungan dengan pacar tentu saja tidak
semulus diduga, jadi pasti banyak terjadi masalah dalam hubungan ini. Jika
remaja belum siap punya tujuan dan komitman yang jelas dalam memulai pacaran,
maka akan memudahkan ia stres dan frustasi jika tidak mampu mengatasi
masalahnya. (f) Kebebasan Pribadi Berkurang, Interaksi yang terjadi dalam
pacaran menyebabkan ruang dan waktu untuk pribadi menjadi lebih terbatas,
karena lebih banyak menghabiskan waktu untuk berduaan dengan pacar. (g) Perasaan
Aman, Tenang, Nyaman, dan Terlindung, Hubungan emosional (saling mengasihi,
menyayangi, dan menghormati) yang terbentuk ke dalam pacaran dapat menimbulkan
perasaan aman, nyaman, dan terlindungi. Perasaan seperti ini dalam kadar
tertentu dapat membuat seseorang menjadi bahagia, menikmati hidup, dan menjadi
situasi yang kondusif baginya.
Seperangkat kehidupan sosial dengan falsafah dan ideologi Pancasila besar
kemungkinan dapat dijadikan penangkal bagi timbulnya keresahan masyarakat yang
timbul dari perbuatan-perbuatan delinkuen. Kenakalan remaja yang sudah lama
membuat kurang aman, tidak damai, tidak tentram kehidupan masyaraka mungkin
banyak mendorong para anggota masyarakat, pemuka masyarakat, pejabat yang
berwenang bahkan dalam lingkup nasional peerintah ikut terpanggil untuk
bersama-sama rakyat dengan segala potensi yang memadai berupaya dengan
sungguh-sungguh mengadakan pencegahan (prevensi)
atau dalam kondisi kritis terpaksa secara (represif).
Penutup
Remaja yang memiliki hubungan dekat dengan orang tuanya lebih kecil
kemungkinannya untuk aktiif secara seksual di usia muda. Semakin dini dan
sering seorang remaja berkencan, semakin cepat pula mereka menjadi aktif secara
seksual. Bagi remaja putri, terlibat dalam sebuah hubungan romantis adalah
faktor terpenting dalam menentukan kapan pertama kalinya ia berhubbungan.
Teman sebaya berpengaruh besar terhadap remaja dan kebanyakan pengaruh
tersebut bersifat positif. Bagi anak perempuan, dengan memiliki lebih banyak
teman yang punya risiko kehamilan rendah, ia menghadapi risiko kehamilan yang
rendah pula.
Sumber:
Amy G. Miron, M.S dan Charles D. Miron, Ph.D. 2002. Bicara Soal Cinta, Pacaran, dan Seks Kepada Remaja. Jakarta: Airlangga Group
Amy G. Miron, M.S dan Charles D. Miron, Ph.D. 2002. Bicara Soal Cinta, Pacaran, dan Seks Kepada Remaja. Jakarta: Airlangga Group
Tim Dosen Pendidikan
Agama Islam (PAI) Universitas Negeri Malang, Anam Faris Khoirul (Eds), Fauzan,
M. (Eds), Rohmanan, M. (Eds). 2015. Pendidikan
Islam Transformatif. Malang: Dream Litera
Banan M. Nurul. 2012. Peta Kesejatian Cinta: Mencari Kehadiran Tuhan
dalam Pacaran. Yogyakarta: PT LkiS
Printing Cemerlang
Sudarsono. 1991. Kenakalan Remaja. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Irawan, Teguh; Kurnia,
Ahmed; Birowo, Mathilda; Aditya, Baby Jim. 2012. Hidup Cuma Sekali. Jakarta: Ditjen Informasi & Komunikasi
Publik Kemkominfo
Comments
Post a Comment