Pacaran dan Perilaku Seksual Remaja


PACARAN DAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA

Dwi Feronika
Universitas Negeri Malang


Pendahuluan
Perilaku Remaja jaman sekarang berbeda jauh dengan dengan remaja tempo dulu yang suka malu-malu dan takut dengan norma-norma dan aturan agama. Pergaulan bebas di jaman sekarang sudah bukan hal yang dianggap tabu lagi bagi kalangan remaja. Sungguh merupakan hal yang tidak bisa dipersalahkan lagi, karena remaja-remaja sekarang tidak mau dianggap ketinggalan jaman dan lebih menyukai trend mode dan mengikuti alur jaman yang semakin maju dan semakin bebas.Sungguh mengkhawatirkan pergaulan remaja di Indonesia saat ini. Indikasi keterlibatan mereka dalam perilaku seks bebas semakin terlihat. Minimal, mereka melakukan tindakan yang mengarah pada proses awal sebelum terjadi penetrasi yang sangat tidak diharapkan yaitu berciuman.
Melihat berbagai fakta yang terjadi saat ini, tidak sedikit para pemuda dan pemudi yang terjerumus ke dalam lembah perzinahan (Free sex). Hal ini disebabkan terlalu jauhnya kebebasan mereka dalam bergaul, faktor utama masalahnya adalah kurangnya pemahaman masyarakat saat ini terhadap batas-batas pergaulan antara pria dan wanita. Disamping itu didukung oleh arus modernisasi yang telah mengglobal dan lemahnya benteng keimanan kita yang mengakibatkan masuknya budaya asing tanpa penyeleksian yang ketat. Kita telah mengetahui bahwa sebagian besar bangsa barat adalah bangsa sekuler, seluruh kebudayaan yang mereka hasilkan jauh dari norma-norma agama. Hal ini tentunya bertentangan dengan budaya Indonesia yang menjujung tinggi nilai agama dan pancasila. Tidak ada salahnya jika kita mengatakan pacaran adalah sebagian dari pergaulan bebas. Saat ini pacaran sudah menjadi hal yang biasa bahkan sudah menjadi kode etik dalam memilih calon pendamping. Fakta menyatakan bahwa sebagian besar perzinahan disebabkan oleh pacaran.




Pembahasan
Satu sisi kenyataan dalam gaya pacaran remaja menjadikan kasus seksualitas semakin meningkat. Adanya libido seksualitas yang diberikan Allah SWT yang tidak mampu di kelola remaja secara benar dan pada saat yang seharusya dilakukan, hal ini sering menyebabkan kekeliruan yang fatal. Gaya pacaran kearah yang negatif seperti Kissing, petting dan intercourse menjadi beberapa gaya pacaran remaja awal, pertengahan dan remaja dewasa sekarang ini. Sebagian remaja tidak tahu dari efek yang dilakukan karena minimnya informasi tentang pendidikan seksualitas sesuai dengan kultur budaya dan religius. Tapi, ada juga remaja yang tahu efek dari gaya pacaran yang negatif seperti gaya pacaran Foto close up dan kurang peduli dengan akibat yang akan terjadi. Kalau boleh diistilahkan dengan kata Pacaran tidak sehat. Hal ini tentu banyak efek negatifnya. Misalnya saja saat pacaran, tentunya remaja punya banyak keinginan yang belum boleh dilakukan dimasa remaja. Keinginan itu bisa berbentuk berpegangan tangan, mencium dahi yang konon katanya sebagai tanda kasih sayang. Tapi, kadang kala ciuman didahi bisa berlanjut kearah yang lebih jauh. Bagaikan berenang di air yang deras lama-lama juga terseret arus. (Amy G. Miron, 2002:2)
Pada kenyataannya, anak-anak kemungkinan mengetahui seks jauh lebih banyak dari yang kita kira. Mereka adalah anak-anak Era Informasi. Mereka terbiasa berselanjar di Internet dan TV, mahir menggunakan VCR dan DVD. Informasi seputar seks ada di mana-mana. Bahkan, jika remaja tidak sedang menggunakan komputer, mereka tetap diboombardir oleh tayangan televisi yang serat nilai seksual dan praktisi-praktisi seksual yang tidak aman selama lebih dari 89% waktunya. (Amy G. Miron, 2002:2)
Begitu bicara mengenai masalah yang lebih luas seputar seksualitas manusia, yakni cinta, hubungan intim, nilai-nilai seksual, pilihan seksual, respek terhadap tubuh sendiri, respek terhadap orang lain, perilaku seksual yang bertanggung jawab, dan ketegasan, banyak remaja yang hanya mendapatkan sedikit bimbingan atau bahkan tidak mendapatkan sama sekali. Mereka kerap kekurangan informasi dasar yang di butuhkan untuk membuat keputusan  positif dan sehat mengenai perilaku seksual, padahal mereka “harus” membuat keputusan tersebut di usia muda. (Amy G. Miron, 2002:2)
Kurang perhatian orangtua, kurangnya penanaman nilai-nilai agama berdampak pada pergaulan bebas dan berakibat remaja dengan gampang melakukan hubungan suami istri diluar nikah sehingga terjadi kehamilan dan pada kondisi ketidaksiapan berumah tangga dan untuk bertanggung jawab terjadilah aborsi. Seorang wanita lebih cendrung berbuat nekat (pendek akal) jika menghadapi hal seperti ini. Pada zaman modern sekarang ini, remaja sedang dihadapkan pada kondisi sistem-sistem nilai, dan kemudian sistem nilai tersebut terkikis oleh sistem nilai yang lain. (Banan M. Nurul, 2012:47)
Dalam permasalahan ini, pada sub-bagian selanjutnya akan membahas bagaimana peran orang tua dalam menjaga dan mendidik anak atau remaja agar tidak terlewat batas dalam mendefinisikan arti “PACARAN”. Serta bagaimana cara si remaja itu sendiri untuk memanajemen hati agar tidak berpacaran. Dan juga memaparkan dampak negatif dan postif dari permasalahan ini untuk pembaca dan para remaja.
Remaja perlu memahami aspek “mengapa” dan “bagaiaman” dari perilaku sosial dan seksual. Mereka perlu mengembangkan standar dan kemampuan yang memungkinkan mereka untuk melakukan hal yang mereka yakini benar saat dihadapkan pada tekanan yang berkata sebaliknya. Remaja perlu pemahaman dasar mengenai hubungan, cinta, dan kenikmatan seksual serta akibat emosional dan fisik yang mungkin timbul.
          Dari sejumlah permasalahan diatas, dampak pacaran yang paling mengkhawatirkan adalah seks dan pergaulan bebas. Perkembangan zaman yang menyebabkan informasi tentang seks mudah di akses remaja, kontrol yang lemah dari orang tua , sikap permisif, masyarakat, dan promosi seks bebas oleh para artis meyebabkan remaja zaman sekarnag rentan terpengaruh dan mencoba hal-hal yang “berbau” seks. Salah satunya adalah gaya pacaran remaja zaman sekarang yang mengarah pada hura-hua dan pemuasan kebutuhan seks. Parahnya, muda-mudi tersebut menyalurkan hasrat seksual mereka pada orang yang harusnya mereka lindungi, yakni pacar. (Wijayanto, 2003:48-50) menyatakan bahwa pengalaman seks pertama yang dialami remaja umumnya berasal dari pacar atau teman dekatnya.
Menurut Spanier, fenomena ini tidaklah aneh karena meskipun orang berpacaran memiliki beragam maksud dan tujuan, namun pacaran lebih erat berkenaan dengan perilaku seksual atau eksperimentasi dan kepuasan seksual (Arianto:2008,4 dari Tim Dosen PAI,2015:94) hasil penelitian komisi perlindungan anak (KPA) terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar mengungkapkan bahwa 97 pesen remaja pernah menonton dan mengakses pornografi, 93 persen pernah berciuman bibir. Sedangkan 62,7 persen pernah berhubungan badan dan 21 persen remaja telah melakukan aborsi. Pada tahun 2008 Voice of human rights melansir aborsi di Indonesia menembus angka 2,5 juta kasus. 700 ribu di antaranya dilakukan oleh remaja dibawah usia 20 tahun. (Gumilang, 2010 dari Tim Dosen PAI,2015:94).
          Dampak perilaku pacaran semacam ini amat merugikan individu dan masyarakat. Dalam konteks individu, pacaran bernuansa seks ini menyebabkan hilangnya keperawanan dan keperjakaan, penyakit kelamin, kanker leher rahim, hamil di luar nikah, aborsi, pernikahan usia dini, tersebarnya video porno pelaku pacaran, dan lain sebagainya. Sedangkan dalam konteks masarakat, pacaran jenis ini berdampak pada munculnya kasus pembuangan atau pembunuhan bayi, nikah hamil, membuat malu keluarga, anak lahir tanpa pernikahan, rusaknya tatanan masyarakat, menipisnya budaya malu, dan sebagainya. (Tim Dosen PAI,2015:94)
          Islam sebagai agama yang diturunkan Allah untuk menyelamatkan manusia, sangat menentang gaya pacaran bernuansa seks. Dalam Islam hubungan badan diluar bingkai pernikahan disebut dengan zina, dan termasuk kategori perbuatan dosa besar. Perbuatan ini oleh Allah disebut tindakan yang keji dan cara yang paling buruk (Q.S 17:32).
          Dalam konteks Islam, pelaku zina di bagi menjadi dua: muhsan dan ghair muhsan. Zina muhsan, yakni pelakunya sudah menikah atau pernah menikah di ancam dengan hukuman rajam sampai mati. Adapun untuk zina ghair muhsan, yakni zina yang dilakukan orang yang belum pernah menikah, hukumannya adalah dicambuk sebanyak 100 kalli dan diasingkan selama satu tahun. (Tim Dosen PAI,2015:94)
          Mungkin jika para remaja menutup seluruh ruang fantasi cinta pada kekasih hati, lalu menggantinya dengan dzikurullah secara sirri (dzikir dalam hati), maka semua fantasi seks pada remaja akan terhenti dan tertutup. Dan secara otomatis, ketika itu remaja akan memuliakan kekasih yang tidak lagi di perlakukan sebagai objek hina namun objek yang mulia. (Tim Dosen PAI,2015:94)
          Orang tua juga perlu mengambil peran aktif dalam pendidikan seks anak atau remaja. Di Amerika Serikat, pemerintah federal mendorong sekolah-sekolah negeri ke arah pendidikan seks yang menekankan abstinensi atau pematangan. Dalam kebanyakan program semacam ini, perilaku seks yang pantas disimpulkan dalam satu kata: JANGAN! Ini berarti, kebanyakan remaja tidak akan mendapatkan informasi dari sekolah mengenai alat kontrasepsi atau bagaimana melindungi mereka dari IMS (infeksi menular seksual).
Peran orang tua dalam menjaga dan mengarahkan pada sebuah definisi “pacaran” dengan cara mendorong anak atau remaja untuk terbuka terhadap kencan-kencan potensial dan tidak terburu-buru memantapkan diri untuk menjalani hubungan yang eksklusif. Pacaran memberi remaja kesempatan untuk menemukan apa yang mereka sukai dan tidak sukai pada pasangannya. Kencan adalah eksperimen, khususnya kencan pertama. Menetapkan batasan pada anak tidak mudah. Sebagai orang tua jangan takut untuk meyakini nilai-nilai dan naluri agar anak atau remaja dapat menyerap apa yang orang tua sampaikan dengan memperjelas alasan penyampaian tersebut. (Sudarsono, 1995:45)
Orang yang sedang “jatuh” cinta umunya ingin menyalurkan gelora rasa cinta tersebut kepada orang yang dia cintai anatara lain dengan cara ngobrol berdua, bepegangan, berdekatan, berpelukan. Pertanyaannya adalah mungkinkah para remaja muslim yang sedang dilanda gelora cinta yang begitu besar tidak menyalurkan perasaan tersebut dalam bentuk pacaran. Jawabannya adalah sangat mungkin. Salah satu cara yang dapat dilakuan agar tidak berpacaran adalah dengan memanajemen hati terhadap rasa cinta. Berikut ini beberapa cara yang bisa dilakukan: (a) Menyadari beragam dampak negatif pacaran yang terjadi di sekitar kita (b) Menyadari beragam dampak negatif pacaran yang terjadi di sekitar kita (c) Meyakini bahwa jodoh kita sudah ditentukan oleh Allah Yang Maha Tahu (d) Meyakini bahwa dengan menjalankan perintah Allah untuk tidak pacaran (e) Diniati untuk puasa pacaran (f) Fokuskan segenap pikiran dan energi pada studi atau pekerjaan (g) Fokuskan usaha dan tenaga untuk meraih cita-cita (h) Kuatkan tekad untuk membahagiakan orang tua terlebih dahulu (i) Agar tidak kesepian, bertemanlah dengan orang baik. (Tim Dosen PAI,2015:94)
Arifin (2002) mengatakan adanya dampak positif maupun negatif dari pacaran bagi remaja, seperti: (a) Prestasi Sekolah, Bisa meningkat atau menurun. Di dalam hubungan pacaran pasti ada suatu permasalahan yang dapat membuat pasangan tersebut bertengkar. Dampak dari pertengkaran itu dapat mempengaruhi prestasi mereka di sekolah. Tetapi tidak menutup kemungkinan dapat mendorong mereka untuk lebih meningkatkan prestasi belajar mereka. (b) Pergaulan Sosial, Pergaulan bisa tambah meluas atau menyempit. Pergaulan tambah meluas, jika pola interaksi dalam peran hanya berkegiatan berdua, tetapi banyak melibatkan interaksi dengan orang lainnya (saudara, teman, keluarga, dan lain-lain). Pergaulan tambah menyempit, jika sang pacar membatasi pergaulan dengan yang lain (tidak boleh bergaul dengan yang lain selain dengan aku). (c) Mengisi Waktu Luang, Bisa tambah bervariatis atau justra malah terbatas. Umumnya, aktivitas pacaran tidak produktif (ngobrol, nonton, makan, dan sebagainya), namun dapat menjadi produktif, jika kegiatan pacaran diisi dengan hal-hal seperti olah raga bersama, berkebun, memelihara binatang, dan sebagainya. (d) Keterkaitan Pacaran dengan Seks, Pacaran mendorong remaja untuk merasa aman dan nyaman. Salah satunya adalah dengan kedekatan atau keintiman fisik. Mungkin awalnya memang sebagai tanda atau ungkapan kasih sayang, tapi pada umunya akan sulit membedakan rasa sayang dan nafsu. Karena itu perlu upaya kuat untuk saling membatasi diri agar tidak melakukan kemesraan yang berlebihan. (e) Penuh Masalah Sehingga Berakibat Stres, Hubungan dengan pacar tentu saja tidak semulus diduga, jadi pasti banyak terjadi masalah dalam hubungan ini. Jika remaja belum siap punya tujuan dan komitman yang jelas dalam memulai pacaran, maka akan memudahkan ia stres dan frustasi jika tidak mampu mengatasi masalahnya. (f) Kebebasan Pribadi Berkurang, Interaksi yang terjadi dalam pacaran menyebabkan ruang dan waktu untuk pribadi menjadi lebih terbatas, karena lebih banyak menghabiskan waktu untuk berduaan dengan pacar. (g) Perasaan Aman, Tenang, Nyaman, dan Terlindung, Hubungan emosional (saling mengasihi, menyayangi, dan menghormati) yang terbentuk ke dalam pacaran dapat menimbulkan perasaan aman, nyaman, dan terlindungi. Perasaan seperti ini dalam kadar tertentu dapat membuat seseorang menjadi bahagia, menikmati hidup, dan menjadi situasi yang kondusif baginya.
Seperangkat kehidupan sosial dengan falsafah dan ideologi Pancasila besar kemungkinan dapat dijadikan penangkal bagi timbulnya keresahan masyarakat yang timbul dari perbuatan-perbuatan delinkuen. Kenakalan remaja yang sudah lama membuat kurang aman, tidak damai, tidak tentram kehidupan masyaraka mungkin banyak mendorong para anggota masyarakat, pemuka masyarakat, pejabat yang berwenang bahkan dalam lingkup nasional peerintah ikut terpanggil untuk bersama-sama rakyat dengan segala potensi yang memadai berupaya dengan sungguh-sungguh mengadakan pencegahan (prevensi) atau dalam kondisi kritis terpaksa secara (represif).


Penutup
Remaja yang memiliki hubungan dekat dengan orang tuanya lebih kecil kemungkinannya untuk aktiif secara seksual di usia muda. Semakin dini dan sering seorang remaja berkencan, semakin cepat pula mereka menjadi aktif secara seksual. Bagi remaja putri, terlibat dalam sebuah hubungan romantis adalah faktor terpenting dalam menentukan kapan pertama kalinya ia berhubbungan.
Teman sebaya berpengaruh besar terhadap remaja dan kebanyakan pengaruh tersebut bersifat positif. Bagi anak perempuan, dengan memiliki lebih banyak teman yang punya risiko kehamilan rendah, ia menghadapi risiko kehamilan yang rendah pula.



Sumber:
Amy G. Miron, M.S dan Charles D. Miron, Ph.D. 2002. Bicara Soal Cinta, Pacaran, dan Seks Kepada Remaja. Jakarta: Airlangga Group

Tim Dosen Pendidikan Agama Islam (PAI) Universitas Negeri Malang, Anam Faris Khoirul (Eds), Fauzan, M. (Eds), Rohmanan, M. (Eds). 2015. Pendidikan Islam Transformatif. Malang: Dream Litera

Banan M. Nurul. 2012. Peta Kesejatian Cinta: Mencari Kehadiran Tuhan dalam Pacaran. Yogyakarta: PT LkiS  Printing Cemerlang

Sudarsono. 1991. Kenakalan Remaja. Jakarta: PT Rineka Cipta

Irawan, Teguh; Kurnia, Ahmed; Birowo, Mathilda; Aditya, Baby Jim. 2012. Hidup Cuma Sekali. Jakarta: Ditjen Informasi & Komunikasi Publik Kemkominfo





Comments

Popular posts from this blog

FAKTOR DAN DAMPAK PERKEMBANGAN MORAL DAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK

KEPEMIMPINAN PEMBELAJARAN