Masalah –masalah Pembaharuan Pendidikan
Pembaharuan
Pendidikan adalah usaha untuk memperbarui pendidikan nasional menjadi suatu
sistem yang lebih serasi dengan menunjang kepada program-program pembangunan
nasional seluruh sistem nasional sedang mengalami perubahan dan penyesuaian
kembali. Yang dicari ialah efektivitas,produktivias,relevansi,dan efesiensi
dalam penyelenggarakan pendidikan. Terdapat
3 tujuan Pembaharuan
Pendidikan:
a.
Mampu melayani kebutuhan masyarakat yang
sedang berkembang akan pendidikan, dalam arti kuantitatif serta menjamin
lahirnya para lulusan yang secara kuantitatif memenuhi harapan masyarakat
banyak. (efektivitas dan produktivitas)
b.
Menyelenggarakan pendidikan, dilihat
dari segi program kulikuler serta materi dan jenis pengalaman belajar yang mengisinya, selaras dengan dunia
pekerjaan yang akan di masuki oleh para lulusan.(relevansi).
c.
Mendayaguanakan tenaga, dana, fasilitas,
dan teknologi yang tersedia secara optimal bagi tercapainya tujuan-tujuan
pendidikan yang telah di tetapkan. (efesiensi).
Ada
4 masalah utama yang kita hadapi dalam usaha mengembangkan system pendidikan,
yaitu:
a.
Masalah yang berhubungan dengan
kuantitas
Jumlah
anak-anak yang perlu mendapat pendidikan makin lama makin bertambah banyak.
Sehingga sekolah tidak mampu menampung seluruhnya. Misalnya untuk tahun 1973
jumlah anak usia 7-12 tahun ada 20,7 juta. Sedang murid SD 13,6 juta. Jadi
berarti baru sekitar 57% dari jumlah
anak-anak umur 7-12 tahun yang tertampung di SD.
Demikian
pula, dari lulusan SD tidak semua dapat tertampung di SMP dan selanjutnya.
Untuk meningkatkan daya tamping ini, telah banyak usaha-usaha yang telah
dilakukan pemerintah misalnya pembangunan gedung-gedung sekolah yang baru
melalui dana Inpres, penambahan ruang-ruang belajar, pengangkatan guru-guru
Inpres dsb. Dari usaha-usaha ini maka diharapkan bahwapada akhir pelita dua SD
telah dapat menampung 85% anak umur 7-12
tahun masuk SD.
Tetapi
sementara itu anak-anak yang membutuhkan sekolah makin berlipat ganda karena
laju pertumbuhan penduduk yang sangat cepat yaitu antara 2,5 sampai 3% setiap
tahunnya. Mengingat dana yang terbatas maka penambahan penyediaan fasilitas
belajar merupakan masalah yang berat bagi pemerintah.
b.
Masalah yang berhubungan dengan kualitas
Disamping
pemerintah menghadapi masalah bagaimana sekolah dapat menampung anak-anak usia
sekolah sebanyak-banyaknya, maka masalah kwalitas pun merupakan masalah yang
harus dipecahkan pula. Sudah lama dikeluhkan bahwa mutu pendidikan kita
merosot. Kemerosostan ini terbukti dari beberapa kenyataan berikut:
-
Keluhan-keluhan dari sekolah yang lebih
tinggi terhadap lulusan dari tingkat sekolah yang lebih rendah. Misalnya: SMP
mengeluh terhadap SD, SMA mengeluh terhadap lulusan SMP, dan Perguruan Tinggi
mengeluh terhadap lulusan SMA.
-
Banyaknya “drop-out” atau putus sekolah.
-
Keluhan tentang makin sukarnya
perusahaan-perusahaan atau kantor-kantor memperoleh calon-calon pegawai yang
sesuai dengan standard yang telah ditetapkan.
Menyadari
akan hal ini, maka telah banyak pula usaha yang telah dilakukan pemerintah
antara lain: melengkapi sekolah-sekolah dengan buku pelajaran yang kita kenal
dengan buku paket ; perpustakaan sekolah ; alat-alat pelajaran ; penataran guru
dan sebagainya. Di samping itu pemerintah juga meningkatkan kegiatan supervisi
sekolah yang dilakukan oleh pemilik-pemilik sekolah.
Walaupun
demikian, masalah kwalitas ini masih memerlukan perhatian dan pemecahan masalah
yang serius mengingat terbatasnya dana yang tersedia disbanding dengan
banyaknya sekolah yang harus dibina, serta luasnya wilayah pembinaan yang
berbagai ragam keadaannya.
c.
Masalah relevansi pendidikan dengan
kebutuhan pembangunan
Di
muka dikatakan bahwa pendidikan adalah sarana untuk berhasilnya pembangunan.
Karena pendidikan mempunyai peranan untuk menyiapkan tenaga-tenaga pembangunan
yang terampil. Ini berarti harus ada relevansi antara program pendidikan dengan
kebutuhan pembangunan. Lebih khusus lagi dapat dikatakan harus ada relevansi
antara kurikulum sekolah dengan kebutuhan tenaga kerja.
Tetapi
kenyataan menunjukkan bahwa, banyak keluhan-keluhan yang menyatakan bahwa
pendidikan kita belum relevan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Hal ini
terbukti dari banyaknya lulusan-lulusan yang kurang mampu memecahkan
masalah-masalah yang dihadapinya di dalam masyarakat. Dengan kata lain mereka
kurang mampu menerapkan apa yang diperoleh di sekolah terhadap problem-problem
yang konkrit dalam masyarakat.
d.
Masalah yang berhubungan dengan
efisiensi pendidikan
System
pendidikan yang bagaimanakah yang efisien itu? Efisien atinya: dengan menggunakan
tenaga dan biaya yang sekecil-kecilnya dapat diperoleh hasil yang
sebesar-besarnya. Jadi system pendidikan yang efisien ialah system yang dengan
tenaga dan dana yang terbatas dapat dihasilkan sejumlah besar lulusan yang
berkwalitas tinggi. Jadi efisien, bukan hanya dapat melayani jumlah yang
banyak, tetapi yang dihasilkan pun mempunyai kwalitas yang baik.
Bagaimana
dengan system pendidikan kita sekarang. Banyak para ahli yang mengatakan bahwa
system pendidikan kita sekarang masih kurang efisien.
Hal
ini ternyata dari :
-
Banyaknya anak-anak yang keluar sebelum
waktunya “drop out”.
-
Banyaknya anak-anak yang tinggal kelas.
-
Kurang dapatnya pelayanan yang
semestinya bagi anak-anak yang lemah maupun yang luar biasa cerdas (genius).
Masalah
efisiensi ini perlu mendapat pehatian yang serius, mengingat bahwa jumlah anak
didik yang perlu mendapat pelayanan banyak sekalki sedang kemampuan kita
sangat terbatas. Oleh karena itu harus
kita temukan suatu cara agar pelaksanaan pendidikan menjadi efisien.
Dalam kontek
pendidikan strategi yang terkait dengan best practice untuk mengatasi berbagai
permasalahan pembaharuan pendidikan adalah :
1.
Mengidentifikasi permasalahan-permasalahan
yang ada (need assessment) di KKG/MGMP dan sekolah yang dikelola.
2.
Menyeleksi dan mengembangkan guru inti
(personal yang mampu mengembangkan kinerja unggul, yang memberi inspirasi
kepada personal lainnya untuk menghasilkan kinerja unggul juga) yang berperan
sebagai motor dalam KKG/MGMP dan sekolah yang dikelola.
3.
Menempatkan guru inti (personal yang
berkualifikasi tinggi) pada posisi kunci.posisi kunci ini sangat penting untuk
keberlangsungan KKG/MGMP/sekolah, sehingga tidak boleh kosong pada waktu yang
lama dan tidak juga diisi oleh guru yang tidak berkualifikasi.
4.
Mengalokasikan sumber daya melalui
seminar, in house training (IHT) dan workshop kepadapara guru inti serta guru
lainnya berdasarkan realisasi/potesi/konstribusi sebagai investasi revitali
gugus.
5.
Pembimbingan (coathcing) untuk
mempertahankan kerja guru KKG/MGMP/sekolah dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan yang akan berdampak output siswa.
6.
Menjalin kemitraan (partnership) dalam
melaksanakan kegiatan antar
KKG/MGMP/sekolah dalam satu gugus dan antar gugus denngan pemangku pemberi
kebijakan supaya tercapai legalitas yang diharapkan.
7.
Berkelanjutan (sustainability) harus
membawa perubahan dasar di wilayah permasalahan antara lain legalitas,
kebijakan dan social yang memiliki potensi replikasi, kerangka institusional
efisien, transparan, dan system manajemen yang akuntabe serta dapat membuat
lebih efektif terhadap pengembangan SDM dalam KKG/MGMP/sekolah.
8.
Kepemimpinan dan pemberdayaan
masyarakat(leadership and commpopiky improvement):
a.
Kepemimpinan yang mempunyai inspirasi
untuk terjadinya tindakan dan perubahan.
b.
Sebagai pemberdaya masyarakat KKG/MGMP.
c.
Dapat mempertanggung jawabkan terhadap
peningkatan mutu.
d.
Dapat mentransfer peerkembangan
pengetahuan lebih lanjut.
e.
Tepat bagi kondisi dan situasi sekolah
sesuai dengan tingkatan.
f.
Pihak lain dapat belajar dari inisiatif
serta cara yang digunakanuntuk membagi dan mentransfer pengetahuan juga
keterampilan sehingga dapat dipelajari dan diterapkan.
9.
Menciptakan iklim kondusif dilingkungan
KKG/MGMP (kondisi lingkungan kerja yang nyaman).
10.
Meningkatkan pehatian kinerja para guru
di KKG/MGMP dengan keterlibatan langung agar berkesinambungan mencapai
sasaran-sasaran yang diharapkan keberhasilannya.
11.
Mengubah pola piker atau cara pandang
(mind set) dalam menerima segala bentuk
perubahan yang terjadi.
12.
Memberikan penghargaan (reward) bagi
guru yang berkompeten, mempunyai komitmen tingkat konsisten yang tinggi, serta
penuh kuntabilitas dalam melaksanakan tugas juga member sanksi (punishment)
bagi guru yang tidak kompeten, tidak mempunyai komitmen, tingkat konsistensinya
rendah, dan tidak akuntabel.
13.
Senantiasa memperhatikan kesejahteraan
personal (guru). Model pendekatan disini
disebut best practice (praktik terbaik) yang dikemukakan oleh Boven dan
Morohashi (2002) dalam panduan penulisan best practice. Menurutnya praktik
terbaik merupakan suatu idea tau langkah-langkah baru yang memberikan
kontribusi luar biasa, berkesinambungan, dan inovatif dalam memperbaiki
terhadap pengembangan proses kualitas sekolah. Dengan demikian “ praktik
terbaik” juga merupakan refleksi akumulasi tingkat kompetensi tenaga kependidikan,
dalam merespon tuntutan perubahan lingkungan dinamika permasalahan yang
dihadapi sekolah di abad globalisasi ini.
Sumber:
Suwanti
& Nunung Suryantini. 2008.Bahan
Belajar Mandiri di Seminasi BestPractice.Jakarta : Panduan Diseminasi Best
Praktice
Natawidjaja
Rochman.1979. Ilmu Keguruan Pendidikan
Nasional.Jakarta :CV.Kurnia Esa Jakarta.
Tim
Dosen FIP IKIP Malang.1980.Dasar-dasar
Kependidikan. Malang :Fakultas Ilmu Pendidikan. Administrasi Pendidikan.
Universitas Negeri Malang.
Sutisne
Oteng. 1989. Administrasi Pendidikan. Bandung:Angkasa
Bandung
Chen Milton & George Lucas. 2010. Education Nation six leading edges of
innovation in our school.San Fransisco:Josse
Comments
Post a Comment